Manajemen.umsida.ac.id – Industri logistik kerap digambarkan sebagai dunia kerja penuh tekanan. Kecepatan, ketepatan, dan koordinasi antar tim menjadi syarat utama untuk menjaga kepuasan pelanggan. Namun, di balik angka produktivitas dan target pengiriman, ada aspek psikologis yang sering terlupakan yakni kecerdasan emosional.
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Dr Sumartik SE MM, dosen Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), menunjukkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan, terutama melalui indikator empati.
“Kemampuan memahami emosi rekan kerja dan atasan terbukti membantu menciptakan hubungan kerja yang lebih harmonis. Dari hasil penelitian, karyawan yang memiliki empati tinggi mampu menjaga fokus kerja sekaligus menurunkan potensi konflik internal,” ungkap Sumartik.
Dalam konteks PT. X, perusahaan logistik yang menjadi objek penelitian, karyawan dengan kecerdasan emosional lebih baik cenderung mampu mengelola tekanan kerja.
Mereka dapat beradaptasi dengan perubahan mendadak, menyelesaikan masalah secara efisien, serta menjaga komunikasi yang sehat di tengah beban kerja tinggi.
Baca juga: Dividen Yield dan Harga Saham: Daya Tarik atau Perangkap Bagi Investor?
Peran EQ dalam Meningkatkan Kolaborasi Tim
Temuan penelitian ini juga menegaskan bahwa kecerdasan emosional tidak hanya berperan pada individu, tetapi juga pada keberhasilan kerja tim.

Program pengembangan EQ yang diterapkan di PT. X terbukti menurunkan jumlah konflik antar divisi dan meningkatkan kolaborasi.
Ketika karyawan mampu memahami kondisi emosional rekan kerjanya, mereka lebih bijak dalam merespons masalah.
Hal ini berdampak pada terciptanya lingkungan kerja yang kondusif dan memperkuat kepercayaan antar anggota tim.
Dengan komunikasi yang lebih efektif, target kerja dapat dicapai dengan lebih efisien.
Lihat juga: Dampak Reward dan Punishment terhadap Pencegahan Kecurangan Laporan Keuangan
Kekuatan Emosional dalam Menjaga Stabilitas Kerja Tim
Menurut Dr. Sumartik, hal ini selaras dengan kebutuhan industri logistik yang menuntut kerjasama erat.
“Kecerdasan emosional bukan sekadar kemampuan pribadi, melainkan modal kolektif. Dengan empati dan komunikasi yang baik, karyawan tidak hanya menekan potensi gesekan, tetapi juga mempercepat penyelesaian tugas,” jelasnya.
Bagi perusahaan logistik, hasil ini memiliki implikasi strategis.
Program pelatihan tidak cukup hanya berfokus pada keterampilan teknis, tetapi perlu menekankan pengembangan soft skills.
Dengan demikian, perusahaan mampu mencetak karyawan yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga matang secara emosional.
EQ sebagai Strategi Bisnis Jangka Panjang
Lebih jauh, penelitian ini memperlihatkan bahwa kecerdasan emosional berkorelasi langsung dengan outcome bisnis.
Karyawan dengan EQ tinggi mampu menjaga stabilitas tim, yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas dan kualitas layanan.
Stabilitas tim ini berdampak nyata pada efisiensi operasional.
Pengiriman barang lebih tepat waktu, koordinasi antar divisi lebih lancar, dan kepuasan pelanggan meningkat.
Artinya, kecerdasan emosional tidak hanya memberi manfaat psikologis bagi karyawan, tetapi juga memperkuat daya saing perusahaan di pasar yang kompetitif.
Dr. Sumartik menegaskan pentingnya peran perusahaan dalam mendorong aspek ini.
“Hal ini membuktikan bahwa investasi pada kecerdasan emosional sama pentingnya dengan investasi teknologi. Perusahaan yang mampu menyeimbangkan keduanya akan lebih siap menghadapi tantangan industri logistik yang semakin kompleks,” ujarnya.
Dengan hasil riset ini, jelas bahwa kecerdasan emosional bukan lagi dianggap faktor tambahan, melainkan komponen strategis dalam manajemen sumber daya manusia.
Industri logistik, yang identik dengan ritme cepat dan tekanan tinggi, justru semakin membutuhkan karyawan yang mampu mengelola emosi, menjaga kolaborasi, dan memberikan kontribusi maksimal bagi perusahaan.
Penelitian Dr. Sumartik dari Umsida membuka wawasan bahwa kesuksesan organisasi logistik tidak hanya ditentukan oleh sistem dan teknologi, tetapi juga oleh keseimbangan emosi manusia yang ada di baliknya.
Empati, komunikasi, dan kemampuan mengelola emosi terbukti menjadi kunci harmonisasi tim sekaligus pendorong kinerja yang berkelanjutan.
Sebagaimana ditegaskan oleh Dr. Sumartik, “Kecerdasan emosional adalah fondasi yang membuat kinerja tim lebih solid, efisien, dan produktif. Ketika karyawan mampu memahami dan mengelola emosi, perusahaan akan merasakan dampak positif dalam bentuk stabilitas, kualitas layanan, dan daya saing yang lebih kuat.”
Dengan kata lain, kecerdasan emosional tidak hanya membentuk individu yang tangguh, tetapi juga menciptakan kultur kerja yang harmonis, solid, dan berdaya saing tinggi di tengah tantangan industri modern.
Sumber: Jurnal “Pengaruh Pengembangan Karir, Kecerdasan Emosional, Dan Self Efficacy Terhadap Kinerja Karyawan”
Penulis: Indah Nurul Ainiyah