Manajemen.umsida.ac.id – Era digital membawa banyak peluang dalam dunia manajemen.
Penggunaan Artificial Intelligence (AI), big data, dan sistem Enterprise Resource Planning (ERP) kini menjadi tulang punggung dalam pengambilan keputusan bisnis.
Teknologi yang Mengakselerasi, Namun Mengubah Wajah Manajemen
Teknologi mampu mengolah data dalam jumlah besar dengan kecepatan tinggi, memberikan rekomendasi otomatis, serta membantu organisasi mengikuti ritme perubahan yang semakin cepat.

Tidak mengherankan bila sebagian besar perusahaan mulai mengandalkan digitalisasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
Namun, percepatan ini juga mengubah wajah manajemen secara fundamental.
Proses yang dulunya melibatkan intuisi, interaksi langsung, dan hubungan manusia kini semakin digantikan oleh dashboard, algoritma, dan sistem otomatis.
Pekerjaan administratif menyusut, sementara ekspektasi terhadap kemampuan digital meningkat drastis.
Pergeseran ini menuntut adaptasi besar bagi karyawan, sekaligus memunculkan pertanyaan penting.
Apakah digitalisasi benar-benar membuat manajemen lebih baik, atau justru mengikis sentuhan manusia dalam prosesnya?
Dalam banyak kasus, teknologi memang menyederhanakan alur kerja.
Namun, bila tidak diimbangi dengan pendekatan yang humanis, digitalisasi berisiko menciptakan jarak antara manusia dan pekerjaannya.
Serta dapat mengubah peran manajer menjadi sekadar pengawas data, bukan pemimpin yang memahami dinamika emosional timnya.
Baca juga: Wisudawan Berprestasi yang Lolos 3 Pendanaan Dikti
Di Antara Efisiensi dan Ancaman Dehumanisasi
Digitalisasi menghadirkan dua sisi yang bertolak belakang. Di satu sisi, efisiensi meningkat.
AI membantu memprediksi pasar, big data mengungkap pola perilaku konsumen, dan ERP memastikan seluruh divisi bergerak dalam sinkronisasi yang rapi.
Keputusan dapat diambil lebih cepat karena seluruh informasi terorganisir dan mudah diakses.
Organisasi menjadi lebih kompetitif dan mampu merespons perubahan dengan ketepatan yang lebih baik.
Namun, di sisi lain, muncul kekhawatiran akan dehumanisasi. Sistem otomatis sering mengurangi ruang bagi kreativitas karyawan, membatasi mereka untuk mengikuti alur yang ditetapkan mesin.
Lihat juga: Inovasi Ekowisata Desa Pandean Bawa Akmal Menjadi Wisudawan Berprestasi Umsida 46
Pengawasan berbasis teknologi dapat menimbulkan tekanan psikologis, karena setiap gerakan pekerjaan terekam dan diukur.
Hubungan interpersonal antarpegawai juga melemah ketika komunikasi lebih banyak dilakukan lewat platform digital ketimbang dialog langsung.
Tantangan terbesar bagi manajemen masa kini adalah menjaga keseimbangan antara kecanggihan teknologi dan nilai-nilai kemanusiaan.
Organisasi perlu memastikan bahwa transformasi digital tidak hanya berorientasi pada kinerja, tetapi juga pada kesejahteraan, empati, dan ruang bagi manusia untuk berperan lebih dari sekadar “pengguna sistem”.
Digitalisasi bukan ancaman selama organisasi mampu menempatkan manusia sebagai pusat perubahan.
Pada akhirnya, kemajuan teknologi seharusnya menjadi alat untuk memberdayakan manusia bukan menggantikannya.
Penulis: Indah Nurul Ainiyah

















