Quiet Quitting Milenial dan Gen-Z Antara Protes Sehat atau Krisis Motivasi

Manajemen.umsdia.ac.id – Fenomena quiet quitting semakin ramai diperbincangkan dalam beberapa tahun terakhir, terutama di kalangan milenial dan Gen-Z.

Istilah ini merujuk pada sikap karyawan yang memilih bekerja “secukupnya saja” sesuai deskripsi pekerjaan, tanpa melibatkan diri secara berlebihan dalam pekerjaan maupun kehidupan kantor.

Mereka tetap bekerja, tetapi menolak terjebak dalam budaya kerja yang menuntut dedikasi tanpa batas.

Fenomena ini menimbulkan dua pandangan besar. Di satu sisi, quiet quitting dianggap sebagai bentuk perlawanan sehat terhadap budaya kerja berlebihan atau workaholic culture.

Namun, di sisi lain, sikap ini kerap dipandang sebagai tanda menurunnya motivasi kerja dan hilangnya etos profesionalisme.

Perdebatan inilah yang membuat quiet quitting layak dikaji lebih dalam sebagai gejala sosial generasi muda di dunia kerja.

Baca juga: Lingkungan Kerja Nyaman Kunci Produktivitas Karyawan UMKM

Akar Fenomena Quiet Quitting

Milenial dan Gen-Z tumbuh dalam era serba cepat dengan tekanan tinggi di berbagai aspek kehidupan.

Sumber: Pexels

Dunia kerja modern menghadirkan tuntutan produktivitas yang nyaris tanpa henti, sementara keseimbangan hidup sering kali terabaikan.

Dalam konteks ini, quiet quitting muncul sebagai respons alami: mereka menolak memberi tenaga berlebih pada pekerjaan yang tidak memberi kepuasan emosional maupun pengakuan yang layak.

Tren ini juga dipengaruhi oleh perkembangan budaya digital. Media sosial menyoroti pentingnya kesehatan mental, waktu luang, dan kehidupan pribadi yang lebih seimbang.

Pesan-pesan seperti “work-life balance” dan “mental health awareness” memberi justifikasi moral bahwa tidak ada salahnya bekerja sesuai porsi, tanpa harus menunjukkan ambisi berlebihan.

Dengan kata lain, quiet quitting menjadi cara generasi muda menegaskan batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

Namun, faktor lain seperti ketidakpuasan terhadap gaji, minimnya peluang pengembangan karier, hingga lingkungan kerja yang tidak mendukung juga memperkuat tren ini.

Bagi sebagian karyawan, quiet quitting bukan sekadar pilihan gaya hidup, melainkan strategi bertahan di tengah dunia kerja yang dianggap kurang adil.

Lihat juga: Kebijakan Upah Minimum Antara Tantangan Dunia Usaha dan Harapan Kesejahteraan Sosial

Antara Protes Sehat dan Krisis Motivasi

Fenomena ini menimbulkan dilema interpretasi. Apakah quiet quitting merupakan bentuk protes sehat terhadap sistem kerja yang eksploitatif, atau justru gejala krisis motivasi di kalangan generasi muda?

Dari sudut pandang positif, quiet quitting dapat dipahami sebagai upaya generasi muda untuk memulihkan keseimbangan hidup.

Dengan bekerja sesuai jam kerja dan tidak terbebani ekspektasi berlebihan, mereka berusaha menjaga kesehatan mental sekaligus mencegah kelelahan kerja (burnout).

Dalam konteks ini, quiet quitting bukanlah bentuk kemalasan, melainkan strategi untuk tetap produktif tanpa mengorbankan diri.

Namun, di sisi lain, sikap ini juga berpotensi melemahkan semangat kerja. Ketika ambisi berkurang dan komitmen menurun, kualitas kerja bisa terdampak.

Perusahaan mungkin menghadapi tantangan dalam mendorong inovasi jika banyak karyawan hanya melakukan hal minimum.

Di level individu, kurangnya dorongan untuk berkembang dapat menghambat kemajuan karier dalam jangka panjang.

Dengan demikian, quiet quitting bisa dilihat sebagai cermin kontradiktif: ia adalah bentuk perlindungan diri sekaligus tanda adanya masalah motivasi yang belum terselesaikan.

Tantangan dan Jalan Tengah di Dunia Kerja

Fenomena quiet quitting seharusnya dibaca sebagai sinyal penting bagi perusahaan dan manajemen.

Jika karyawan muda merasa perlu menarik garis batas yang tegas, berarti ada sesuatu dalam budaya kerja yang perlu dievaluasi.

Tekanan berlebihan, sistem penghargaan yang tidak adil, atau peluang pengembangan diri yang terbatas dapat menjadi pemicu utama.

Dunia kerja perlu mencari jalan tengah: bagaimana menciptakan lingkungan yang tetap mendorong produktivitas tanpa mengorbankan kesehatan mental karyawan.

Perusahaan bisa menawarkan program pengembangan diri, sistem kerja fleksibel, atau apresiasi yang lebih adil.

Sementara itu, karyawan juga perlu mengelola motivasi internal agar tidak terjebak dalam zona nyaman bekerja “sekadar cukup”.

Pada akhirnya, quiet quitting adalah cermin perubahan paradigma generasi muda terhadap makna bekerja.

Mereka tidak lagi melihat karier sebagai satu-satunya sumber identitas atau kebahagiaan, tetapi hanya bagian dari kehidupan yang lebih luas.

Tantangan dunia kerja ke depan adalah bagaimana menyeimbangkan kebutuhan organisasi dan aspirasi individu agar keduanya dapat berjalan seiring, bukan saling berbenturan.

Penulis: Indah Nurul Ainiyah

Bertita Terkini

Digitalisasi Manajemen: Efisiensi Canggih atau Dehumanisasi yang Terselubung?
November 11, 2025By
Manajemen SDM di Era Hybrid Working: Efisiensi Modern atau Ancaman Baru bagi Produktivitas?
November 7, 2025By
Batik Jetis dan Transformasi Digital: Kunci Keberlanjutan UMKM di Era Inovasi
November 3, 2025By
Dosen Manajemen Umsida Bahas Strategi Keuangan UMKM Indonesia di Era Digitalisasi Global
October 30, 2025By
In House Training – Training Of Trainer With Odoo Indonesia Dalam Integrasi Rps Matakuliah “Keterampilan Kepemimpinan Dan Bisnis Kreatif Dan Inovasi 2025”
October 18, 2025By
Menuju Pemasar Digital Kelas Dunia: 16 Mahasiswa Manajemen Umsida Gali Ilmu di Master Class Eksklusif USIM Malaysia
October 14, 2025By
Lima Dosen Umsida Bawa Wawasan UMKM Indonesia ke Panggung Akademik Malaysia: Memperkuat Sektor Usaha Kecil di Kancah Global
October 10, 2025By
Kecerdasan Emosional Kunci Harmonisasi dan Kinerja Tim di Industri Logistik
October 6, 2025By

Prestasi

Galuh, Wisudawan Berprestasi, Sabet Juara 3 di International Conference 2024
November 23, 2025By
Juara 1 Unilever Entrepreneurship Bootcamp Strategi Marketing Kreatif: Handoko Sabet Penghargaan Wisudawan Berprestasi
November 21, 2025By
Inovasi Ekowisata Desa Pandean Bawa Akmal Menjadi Wisudawan Berprestasi Umsida 46
November 21, 2025By
Hadapi Tantangan Raih Prestasi, Febi Putri Maharani Jadi Wisudawan Berprestasi FBHIS
November 20, 2025By
Perjuangan Ibu 2 Anak yang Kuliah Hingga Meraih Predikat Wisudawan Berprestasi
November 20, 2025By
Inovasi Pharmadaily Antar Sitta Jadi Wisudawan Berprestasi di Wisuda Ke-46 lewat Program P2MW Umsida
November 20, 2025By
Scrunchik Batik Antar Anita Sukses Lolos P2MW dan Jadi Wisudawan Berprestasi
November 19, 2025By
Mahasiswa Manajemen Umsida Raih Emas di Kejuaraan Nasional Tapak Suci
September 20, 2025By