Manajemen.umsida.ac.id – Batik Jetis Sidoarjo menjadi contoh nyata bagaimana warisan budaya dapat bertransformasi melalui digitalisasi dan inovasi untuk menghadapi tantangan era modern.
Transformasi digital menjadi langkah strategis bagi keberlangsungan usaha kecil dan menengah di era global.
Hal ini disampaikan oleh Dr Sumartik SE MM, dosen Manajemen Fakultas Bisnis, Hukum, dan Ilmu Sosial (FBHIS) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), saat menjadi narasumber guest lecture di Fakultas Ekonomi dan Muamalat Universiti Sains Islam Malaysia (USIM), Selasa (8/10/2025).
Sinergi Teknologi Digital dan Inovasi di Era UMKM Modern
Dalam presentasi berjudul “Integrasi Teknologi Digital Bisnis dengan Innovation Work Behaviour (IWB) di UMKM: Studi Kasus Batik Tulis Jetis Sidoarjo”, Dr. Sumartik menekankan pentingnya sinergi antara pemanfaatan teknologi dan perilaku kerja inovatif dalam mengembangkan UMKM.

“Teknologi digital hanya akan efektif bila diimbangi dengan budaya kerja yang inovatif dan adaptif. Tanpa itu, teknologi hanyalah alat yang tidak termanfaatkan sepenuhnya,” ujarnya.
Menurutnya, era digital telah mengubah lanskap bisnis secara fundamental. Teknologi seperti Artificial Intelligence (AI), Big Data, Cloud Computing, dan Internet of Things (IoT) membuka peluang besar untuk meningkatkan efisiensi, memperluas pasar, serta memperkuat daya saing.
Namun, perubahan ini juga menuntut kesiapan sumber daya manusia dalam mengubah pola pikir agar lebih kreatif dan kolaboratif.
“Dalam konteks UMKM, teknologi bukan sekadar alat bantu, tetapi fondasi untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Karyawan dan pengrajin perlu dilatih menjadi co-creator of innovation agar mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan,” tambahnya.
Batik Jetis: Mengharmonikan Tradisi dan Digitalisasi
Sebagai studi kasus, Dr. Sumartik mengangkat UMKM Batik Tulis Jetis Sidoarjo, salah satu sentra batik tertua di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1675.
Kampung ini dikenal karena motif-motif khas seperti Burung Merak Jetis, Beras Utah Jetis, dan Kembang Bayem yang sarat makna budaya.
Namun, seiring perkembangan zaman, Batik Jetis menghadapi tantangan serius: menurunnya minat pasar dan persaingan dengan batik modern yang lebih murah dan cepat diproduksi.

“Batik Jetis memiliki nilai budaya yang tinggi, tetapi tanpa strategi digital, ia akan kalah oleh tren pasar yang serba cepat. Karena itu, pengrajin harus berani berinovasi, tanpa meninggalkan akar tradisinya,” tutur Dr Sumartik.
Digitalisasi, lanjutnya, membuka peluang baru bagi pengrajin batik untuk memperluas pasar dan memperkenalkan produk mereka secara global.
Beberapa langkah yang telah diterapkan di Batik Jetis antara lain pelatihan digital marketing, promosi melalui media sosial seperti Instagram dan TikTok, penggunaan aplikasi kasir digital, serta integrasi pembayaran non-tunai seperti QRIS.
Produk Batik Jetis kini juga terdaftar dalam e-katalog pemerintah dan marketplace global seperti Etsy dan Amazon Handmade.
Dengan strategi ini, pengrajin tidak hanya meningkatkan omzet, tetapi juga memperkuat identitas budaya melalui inovasi produk.
Motif batik kekinian yang dipadukan dengan tren fashion modern menarik minat generasi muda tanpa menghilangkan nilai-nilai tradisional.
Lihat juga: Uji Kompetensi LSP: Langkah Nyata Umsida Siapkan Lulusan Siap Kerja
Inovasi Sebagai Kunci Keberlanjutan UMKM
Dr Sumartik menjelaskan bahwa kunci utama keberhasilan digitalisasi UMKM terletak pada Innovation Work Behaviour (IWB) atau perilaku kerja inovatif.
IWB mencakup kemampuan mengenali peluang, menghasilkan ide baru, mengimplementasikan solusi kreatif, serta mengadvokasi gagasan dalam lingkungan kerja.
“Inovasi tidak selalu berarti menciptakan sesuatu yang sepenuhnya baru, tapi juga bagaimana kita memperbarui cara lama agar lebih relevan dan efisien,” jelasnya.
Ia menilai bahwa generasi muda memiliki peran penting dalam menanamkan budaya inovasi di sektor UMKM.
Di Batik Jetis, kolaborasi antara pengrajin senior dan generasi muda menjadi kunci keberhasilan dalam menjaga kesinambungan tradisi.
“Pengrajin muda membawa semangat baru, sementara generasi senior memastikan kualitas dan autentisitas tetap terjaga,” ujar Dr Sumartik.
Selain berdampak ekonomi, transformasi digital Batik Jetis juga memberikan nilai sosial dan budaya.
Kampung ini kini berkembang sebagai destinasi wisata edukatif tempat pengunjung bisa belajar membatik secara langsung.
“Digitalisasi tidak hanya soal penjualan, tapi juga pelestarian budaya. Melalui media digital, warisan batik Sidoarjo bisa dikenal hingga mancanegara,” tambahnya.
Ia menutup dengan pesan inspiratif bahwa keberlanjutan UMKM tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi pada manusia yang menggunakannya.
“Teknologi akan terus berkembang, tapi kreativitas dan semangat inovasi manusialah yang menjaganya tetap hidup. UMKM yang menggabungkan keduanya akan menjadi pemenang di era digital,” pungkas Dr Sumartik.
Penulis: Indah Nurul Ainiyah

















