Manajemen.umsida.ac.id – Literasi keuangan menjadi salah satu keterampilan penting yang kini semakin disorot dalam dunia pendidikan tinggi.
Mahasiswa, sebagai generasi yang sedang menapaki transisi menuju kemandirian finansial, diharapkan mampu memahami konsep dasar manajemen keuangan.
Di kampus, teori tentang pengelolaan uang, investasi, dan perencanaan anggaran sering diajarkan.
Namun, realitas sehari-hari menunjukkan bahwa tidak semua mahasiswa mampu menerapkan ilmu tersebut secara konsisten.
Sebagian berhasil mengatur pengeluaran dengan bijak, sementara sebagian lainnya justru terjebak dalam jeratan paylater dan pinjaman online (pinjol).
Baca juga: Kebijakan Upah Minimum Antara Tantangan Dunia Usaha dan Harapan Kesejahteraan Sosial
Mahasiswa Bijak: Mengelola Uang dengan Strategi
Di tengah keterbatasan dana bulanan, tidak sedikit mahasiswa yang mampu membuktikan kecakapan mereka dalam mengatur keuangan.

Mereka membuat perencanaan anggaran sederhana, memisahkan kebutuhan pokok dari keinginan, dan menahan diri dari gaya hidup konsumtif.
Dengan strategi tersebut, mereka tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi juga menyisihkan sebagian dana untuk tabungan atau kegiatan produktif seperti kursus tambahan dan investasi kecil-kecilan.
Mahasiswa yang bijak dalam mengelola keuangan biasanya menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama.
Mereka sadar bahwa uang saku yang terbatas harus digunakan seefisien mungkin untuk mendukung perkuliahan.
Disiplin dalam mencatat pengeluaran menjadi salah satu kunci sukses, sehingga mereka dapat mengantisipasi kekurangan dana sebelum akhir bulan tiba.
Kisah seperti ini menunjukkan bahwa literasi keuangan yang dipelajari di bangku kuliah memang bisa menjadi bekal nyata jika benar-benar diterapkan dengan konsistensi.
Lihat juga: Lingkungan Kerja Nyaman Kunci Produktivitas Karyawan UMKM
Terjebak Paylater dan Pinjol: Realita Pahit Generasi Muda
Sayangnya, tidak semua mahasiswa mampu menjaga kedisiplinan finansial.

Godaan gaya hidup modern, terutama kemudahan akses teknologi finansial, membuat banyak dari mereka terjebak dalam paylater dan pinjaman online.
Tawaran belanja dengan cicilan nol persen, limit kredit instan, hingga iklan agresif dari aplikasi finansial digital menciptakan ilusi kemudahan.
Akibatnya, sebagian mahasiswa tergoda untuk membeli barang di luar kebutuhan mereka, mulai dari gawai terbaru hingga gaya hidup hedon.
Jeratan paylater dan pinjol menjadi semakin berbahaya ketika mahasiswa tidak memiliki kemampuan untuk melunasi kewajiban tepat waktu.
Denda dan bunga yang menumpuk justru menjerumuskan mereka ke dalam lingkaran utang.
Realitas ini memperlihatkan adanya kesenjangan antara teori manajemen keuangan yang diajarkan di kampus dengan praktik sehari-hari.
Pengetahuan finansial yang ada sering kali tidak cukup kuat untuk menghadapi dinamika sosial dan tekanan gaya hidup.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar, apakah literasi keuangan di kalangan mahasiswa hanya berhenti pada tataran konsep, atau benar-benar bisa menjadi panduan hidup di tengah derasnya arus konsumtif?
Efektivitas Ilmu Keuangan Kampus dalam Kehidupan Nyata
Pertanyaan kritis muncul tentang seberapa efektif pendidikan literasi keuangan yang diberikan di perguruan tinggi dalam membantu mahasiswa mengelola keuangannya.
Pada satu sisi, materi yang diajarkan mencakup prinsip penting seperti membuat anggaran, menghindari utang konsumtif, hingga pentingnya menabung dan berinvestasi. Namun, implementasi nyata masih menghadapi banyak tantangan.
Salah satu tantangan utama adalah lemahnya kontrol diri mahasiswa dalam menghadapi tren konsumsi digital.
Pengetahuan teoritis tidak serta-merta mampu menahan godaan flash sale atau promo daring. Selain itu, lingkungan sosial juga memberi pengaruh besar.
Tekanan untuk tampil mengikuti gaya hidup teman sebaya sering kali membuat mahasiswa lebih mengutamakan gengsi dibanding stabilitas finansial.
Di sinilah terlihat bahwa literasi keuangan tidak cukup hanya diajarkan sebagai teori di ruang kelas.
Diperlukan pendekatan yang lebih praktis, misalnya simulasi pengelolaan keuangan, studi kasus nyata, hingga pendampingan intensif agar mahasiswa benar-benar bisa menginternalisasi nilai pengelolaan uang yang sehat.
Dengan begitu, ilmu yang diperoleh di kampus dapat menjadi benteng ketika mereka dihadapkan pada godaan dunia nyata.
Literasi keuangan mahasiswa adalah cerminan keseimbangan antara teori dan praktik. Kisah sukses mahasiswa yang mampu hidup hemat menunjukkan bahwa ilmu manajemen keuangan bisa diterapkan secara efektif.
Namun, maraknya mahasiswa yang terjerat paylater dan pinjol mengingatkan bahwa pengetahuan tanpa kontrol diri hanya akan menjadi konsep kosong.
Tantangan ke depan adalah bagaimana menghubungkan teori di ruang kuliah dengan realitas keseharian, agar mahasiswa tidak hanya pintar secara akademis, tetapi juga tangguh menghadapi tekanan finansial modern.
Penulis: Indah Nurul Ainiyah